Jumat, 25 November 2011

Umar Bakrie Sang Profesional


Judul diatas terilhami dari sebuah lagu Iwan Wals yakni UMAR BAKRI, yang menceritakan kehidupan seorang guru. Dimana dari tahun-ketahun tidak pernah berubah dalam penampilan, kehidupannya,  serta keluguannya. Sementara banyak mantan muridnya yang sudah menyandang gelar IR, DR, Prof, Jendral, bahkan seorang Presiden. Lalu apa kaitan antara lagu tadi dengan guru era sekarang ?
·      Hakekat Guru
 Ketika orang membaca judul diatas, mungkin juga akan bertanya-tanya, apakah si BAKRI dapat bekerja secara ‘profesional’ ?  Mungkinkah ada perbedaan Bakri dulu dengan Bakri sekarang ? Mungkinkah keberadaan UU Guru dan Dosen dapat mengubah citra dari si Bakri ?
Hakekatnya, antara guru sekarang dan jaman dulu selalu sama, dimana seorang guru harus selalu respek dengan ‘perubahan’. Guru yang tidak dapat mengikuti perkembangan jaman tentunya akan selalu terjebak dalam paradigma lama.
Dipundak guru sebenarnya terpikul beban yang sangat berat, yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh orang diluar komunitas Umar Bakri. Mungkin banyak orang yang akan mencibir, Bakri tetap saja Bakri, dia tidak dapat mengubah dirinya sendiri walaupun banyak orang yang dapat ‘berubah’ karenanya.
Apa dan bagaimana sebenarnya seorang guru yang kita kenal selama ini? Seorang guru mempunyai dua tugas yakni sebagai seorang pengajar serta pendidik. Disamping itu guru juga mempunyai tugas tambahan yang lain.
Pembaca yang budiman, tugas–tugas guru yang pokok saja, jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh (secara profesional), sebenarnya guru tidak akan pernah bisa tidur, karena keterbatasan waktu. Mengapa ? Karena waktu  hanya 24 jam perhari. Sedangkan tugas guru lebih dari 24 jam. Pembaca diluar komunitas guru perlu tahu bahwa, sebagai seorang pengajar ada beberapa tugas yang harus dijabarkan, yakni tugas guru sebagai pendidik serta tugas guru sebagai pengajar.: perencanaan, pelaksanaan, Evaluasi, Analisa, dan tindak lanjut.

·      Pendidik
Sebagai seorang pendidik, guru dituntut menjadi seorang ‘malaikat’yakni  memiliki ‘kesempurnaan hidup’. Guru ‘tidak boleh ‘neko-neko’, selalu baik, selalu ‘tersenyum’ dalam keadaan bagaimanapun. Guru tidak boleh menuntut yang macam-macam. Di depan murid harus bersifat manis. Karena segala gerak dan gerik guru dijadikan ‘acuan’ bagi siswanya. Guru harus bisa menanamkan nilai-nilai hidup pada siswanya. Siswa tidak boleh bohong, siswa tidak boleh korupsi ketika kelak sudah menjadi seorang pejabat, dan sebaginya dan sebagainya. Tetapi ketika diluar sana siswa melihat hal yang kontradiksi, masihkah didikan guru yang serba ‘sempurna’ itu akan bisa terwujud ?

·      Pengajar
Dalam melaksanakan tugas sebagai pengajar ada beberapa aspek yang harus diperhatikan yakni perencanaan, pelaksanaan, Evaluasi, Analisa, dan tindak lanjut.
Saat KBM langkah guru yang pertama dan utama adalah perencanaan. Guru harus merencanakan apa saja yang akan diajarkan pada siswa selama ia mengajar, dalam kurun waktu satu tahun. Pada tahap ini guru harus mempersiapkan :
1.      PROTA ( Program Tahunan)
2.      PROMES (Program Semester)
3.      RPP ( Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), yang ini harus dipersiapkan ketika guru akan masuk kelas.
4.      Silabus ( Mencakup antara lain materi yang akan diajarkan selama  paling tidak satu semester, Indikator, aspek penilaian).
5.      Menyusun KKM ( Kriteria Ketuntasan Mengajar).
Setelah membuat perencanaan, maka guru harus melaksanakan apa yang telah direncanakan untuk jangka waktu satu semester, ataupun satu tahun.Pelaksanaannya harus sesuai dengan apa yang telah direncanakan semula.
Untuk mngetahui apakah yang direncanakan semula dapat tersampaikan dan dapat diterima oleh siswa dengan baik, maka perlu diadakan evaluasi. Bisa berupa ulangan harian, ulangan tengah semester, ataupun ulangan akhir semester.
Setelah siswa ‘diuji’ tugas selanjutnya adalah analisa hasil pekerjaan siswa. Apakah hasil yang dicapai siswa sudah tuntas atau belum. Sebagai tindak lanjutnya, siswa yang sudah tuntas diberi pengayaan, sementara siswa yang belum harus remidi. Setelah diremidi harus ada tindak lanjut. Disamping tugas sebagai pendidik dan pengajar masih banyak tugas gurusebagai tugas sampingnya.
·      Sang Profesional
Begitu banyak tuntutan yang harus dapat diujudkan oleh seorang guru, sehingga pemerintah ‘berbaik’ hati dengan membuat UU Guru dan Dosen. UU tadi ‘mengharuskan’ guru bersifat profesional. Tetapi sejauh mana keberadaan UU itu dapat mewujudkan ‘harapan’ terhadap tuntutan yang diminta oleh ‘jaman’?
Banyak orang yang ber-apriori terhadap guru. Keprofesionalan seorang guru diukur dengan sertifikat hasil sertifikasi. Guru hanya dijadikan umpatan oleh pihak-pihak yang tidak suka. Bahkan dalam tajuk rencana harian suara merdeka tanggal 18 Maret 2010 dituliskan bahwa seorang Konsultan Kementrian Agama dan World Bank mengatakan para guru tidak sungguh-sungguh meningkatkan kualitas profesional dengan terus meng up grade kemampuan dan ketrampilan mengajar melalui berbagai pendidikan dan pelatihan. Guru hanya mengutamakan mengejar tunjangan dengan berbagai cara yang menyimpang.
Sejauh mana keakuratan data yang diambil oleh sang konsultan ?
Kiranya perlu dipertanyakan, mengapa guru “hanya” mengutamakan mengejar tunjangan? Ketika kita merenung, dengan hati yang jernih serta jauh dari sakwa sangka, maka kita bisa menjawab pertanyaan tadi, yang intinya guru kurang sejahtera. Apakah berdosa ketika guru ingin menyekolahkan anak-anaknya seperti anak didiknya. Dari mana biayanya agar sang Bakri dapat menyekolahkan sang anak? Sedangkan untuk makan sehari-hari saja sudah kembang kempis. Sehingga wajar saja Bakri akan mengejar kesejahteranya. Kebetulan saja sekarang ada sertifikasi, sehingga para Bakri jadi sorotan yang tidak mengenakkan. Mungkin banyak komunitas diluar Bakri yang tidak menghendaki kesejahteraannya. Karena selama ini Bakri sudah kelihatan sejahtera. Kesejahteraan Bakri selama ini karena mereka ‘nrimo ing pandum’, tak pernah neko-neko.
Kalau kita kilas balik, sebelum ada sertifikasi, kehidupan para Bakri sangatlah memperihatinkan, apalagi mereka yang belum ber- NIP. Dengan honor Rp 120.000 perbulan mereka harus bertahan untuk bisa makan selama satu bulan. Apakah ini pernah terlintas dibenak para pembaca ? Apakah ini pernah terpikirkan oleh pejabat terkait dan  elit politik ? Padahal mereka ‘tahu’ akan arti pentingnya pendidikan.
Akhirnya penulis berharap selain memperhatikan yang sudah ber-NIP, semoga pemerintah juga memperhatikan kesejahteraan bagi Bakri yang belum ber-NIP, sehingga para Bakri akan semakin profesional dalam melaksanakan tugasnya. Dan semoga setelah ada sertifikasi kemudian akan disusul kebijakkan remunerasi bagi para Bakri, sehingga tuntutan agar Bakri dapat bekerja secara Profesional semakin nyata.  A....min.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar